Kamis, 22 Oktober 2015

KURIKULUM PENDIDIKAN IPS DI INDONESIA


A.    Pengertian Kurikulum
Setiap orang, kelompok masyarakat, atau bahkan ahli pendidikan dapat mempunyai penafsiran yang berbeda tentang pengertian kurikulum. Berdasarkan   studi   yang   telah   dilakukan   oleh   banyak   ahli,   dapat disimpulkan bahwa pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan lama dan pandangan baru (Oemar Hamalik, 2007)
Pandangan lama, atau sering juga disebut pandangan tradisional, merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah. Pengertian tadi mempunyai implikasi sebagai berikut: (1) kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran; (2) mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan, sehingga  penyampaian  mata  pelajaran  pada  siswa  akan  membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berpikir; (3) mata pelajaran menggambarkan kebudayaan masa lampau; (4) tujuan mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoeh ijazah, (5) adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang sama; (6) sistem penyampaian yang digunakan oleh guru adalah sistem penuangan (imposisi).
Sebagai perbandingan, ada baiknya kita kutip pula pendapat lain, seperti yang dikemukakan oleh   Romine (1954) . Pendapat ini dapat digolongkan sebagai pendapat yang baru (modern), yang dirumuskan sebagai berikut:
Curriculum is interpreted to mean allof the organized courses, activities, and experiences which pupil have under direction of the school, whether in the clasroom or not”
Implikasi   perumusan di atas adalah sebagai berikut: (1) tafsiran tentang kurikulum bersifat luas, karena kurikulum bukan hanya terdiri atas mata pelajaran (courses) tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah; (2) tidak ada pemisahan antara intra dan ekstra kurikulum; (3) pelaksanaan kurikulum tidak hanya dibatasi pada keempat dinding kelas saja, melainkan dilaksanakan baik didalam maupun diluar kelas, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai; (4) sistem penyampaian yang dipergunakan oleh guru disesuaikan dengan kegiatan atau pengalaman yang akan disampaikan, oleh karena itu guru harus mengadakan berbagai kegiatan belajar mengajar yang bervariasi , sesuai dengan kondisi siswa; (5) tujuan penididikan bukanlah untuk menyampaikan mata pelajaran (courses) atau bidang pengetahuan yang tersusun (subject), melainkan pembentukan pribadi anak dan belajar cara hidup di dalam masyarakat.
1.      Kurikulum Sebagai Suatu Program Kegiatan  Yang Terencana.
Berdasarkan pandangan komprehensif terhadap setiap kegiatan yang direncanakan untuk dialami seluruh siswa, kurikulum berupaya menggabungkan ruang lingkup, rangkaian, interpretasi, keseimbangan subject matter, teknik mengajar, dal lain-lain yang dapat direncanakan sebelumnya (Saylor, Alexander, dan Lewis, 1986).
2.      Kurikulum sebagai Hasil Belajar yang Diharapkan
Kajian ini menekankan perubahan cara pandang kurikulum, dari kurikulum sebagai alat (means) menjadi kurikulum sebagai tujuan atau akhir yang akan dicapai (ends).
3.      Kurikulum sebagai Reproduksi Kultural (Cultural Reproduction) Pengembangan    kurikulum    semacam    ini    dimaksudkan    untuk meneruskan  nilai-nilai  kultural  kepada  generasi  penerus,  melalui lembaga penerus.
4.      Kurikulum sebagai Kumpulan Tugas dan konsep Diskrit,
Pandangan   ini   berpendapat   bahwa   kurikulum   merupakan   satu kumpulan tugas dan konsep (discrete tasks and cocept) yang harus dikuasai  siswa.  Penguasaan  tugas-tugas  yang  saling  bersifat  diskrit (berdiri sendiri) tersebut adalah untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
5.       Kurikulum sebagai Agenda Rekonstruksi Sosial
Pandangan ini berpendapat bahwa sekolah harus mempersiapkan suatu agenda  pengetahuan  dan  nilai-nilai  yang  diyakini  dapat  menuntun siswa   memperbaiki   masyarakat   dan   institusi   kebudayaan,   serta berbagai keyakinan dan kegiatan praktik yang menukungnya.
6.      Kurikulum sebagai Curere
Pandangan  yang  menekankan  pada bentuk  kata  kerja kuikulum  itu sendiri,  yaitu  curere.  Sebagai  pengganti  interpretasi  dari  etimologi arena pacu atau lomba (race course) kurikulum, curere merujuk pada jalannya lomba dan menekankan masing-masing kapasitas individu untuk mengkonseptualisasi otobiografinya sendiri. Masing-masing individu berusaha menemukan pengertian (meaning) ditengah-tengah berbagai peristiwa terakhir yang dialaminya, kemudian bergerak secara historis ke dalam pengalamannya sendiri di masa lampau untuk memulihkan dan membentuk kembali pengalaman semula (to recover and reconstitute the origins), serta membayangkan dan menciptakan berbagai arah yang saling bergantung dengan subdivisi-subdivisi pendidikan lainnya.

Di Indonesia istilah kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah rencana pelajaran. Pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya Curriculum Development, Theory and Practise mengartikan sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak.
Beberapa pengertian Kurikulum :
a.      Pengertian Kurikulum secara Etimologis
Secara etimologis istilah kurikulum yang dalam bahasa Inggris ditulis curriculum”   berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang berarti pelari”, dan curere yang berarti tempat berpacu. Tidak heran jika dilihat dari arti harfiahnya, istilah kurikulum tersebut pada awalnya digunakan  dalam  dunia  Olah  raga,  seperti  bisa  diperhatikan  dari  arti pelari dan tempat berpacu, yang mengingatkan kita pada jenis olah raga Atletik.
b.       Pengertian Kurikulum berdasarkan Istilah
Berawal dari makna curir dan curere kurikulum berdasarkan istilah diartikan sebagaiJarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memeroleh medali atau penghargaan. Pengertian tersebut kemudian diadaptasikan ke dalam dunia pendididikan dan diartikan sebagai Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal hingga akhir program demi memeroleh ijazah
c.       Kurikulum menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
Menurut UU no. 20 tahun 2003, kurikulum adalah Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang  digunakan  sebagai  pedoman  penyelenggaraan  kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Bab I Pasal 1 ayat 19).
(Sumber :Juliper Simanjuntak.2015 )

B.     Peranan Kurikulum
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan para siswa. Ada tiga jenis peranan kurikulum yang dinilai sangat penting, yaitu:
a.       Peranan Konservatif
Peranan yang dimana salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentranmisikan dan mentafsirkan warisan sosial kepada generasi muda. Dengan demikian, sekolah sebagai suatu lembaga sosial yang dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku para peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat.
b.      Peranan Kritis dan Evaluatif
Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah, sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan yang adamelainkan juga menilai, memilih unsur-unsur kebudayaan yang akan diwariskan.Dalam hal ini kurikulum berpartisipasi dalam kontrol sosial dan menekankan pada unsur berfikir kritis.
c.       Peran Kreatif
Kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti mencipta dan menyusun yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang dalam masyarakat.

C.    Fungsi Kurikulum
Disamping kurikulum memiliki peranan, juga kurikulum mengemban atau memiliki atau mengemban berbagai fungsi. Berkaitan dengan fungsi kurikulum sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu :
a.       Fungsi Penyesuaian (The adjustive of adaftive function)
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
b.      Fungsi Pengintegrasian (The integrating function)
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
c.       Fungsi Difereansiasi (The differentiating function)
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.
d.      Fungsi Persiapan (The propaedeutic function)
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
e.       Fungsi Pemilihan (The selective function)
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
f.       Fungsi Diagnostik (The diagnostic function)
Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.

D.    Perkembangan Kurikulum  Pendidikan IPS Di  Indonesia
            IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya.
            Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi: Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
1.      Ilmu Sosial (Social Science)
      Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”. Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
      Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
2.      Studi Sosial (Social Studies).
Perbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah social. Tentang Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai berikut : Sudi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar.
3.      Pengetahuan Sosial (IPS)
Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat sama.
Definisi IPS menurut National Council for Social Studies (NCSS), mendifisikan IPS sebagai berikut: social studies is the integrated study of the science and humanities to promote civic competence. Whitin the school program, socisl studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik.

E.     Sejarah Perkembangan Kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat. Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima masalah tersebut antara lain:
1.      Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2.      Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3.      Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4.      Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5.      Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yangn dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum SD, IPS berganti nama menjadi Pengetahuan Sosial. Pengembangan kurikulum Pengetahuan Sosial merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
Rasional Mempelajari IPS.
Rasionalisasi mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa dapat:
a.    Mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi lebih bermakna.
b.   Lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.
c.     Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antar manusia.
IPS atau disebut Pengetahuan Sosial pada kurikulum 2004, merupakan satu mata pelajaran yang diberikan sejak SD dan MI sampai SMP dan MTs. Untuk jenjang SD dan MI Pengetahuan Sosial memuat materi Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan.

F.     Landasan Filosofis Pendidikan IPS Dalam Kurikulum Pendidikan Di Indonesia
Bangsa Indonesia  dilihat dari latar belakang etnik atau kesukuan merupakan sebaran suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia dengan disatukan sebagai bangsa yang mempunyai latar belakang keaneka ragaman bahasa daerah, budaya dan kearifan lokal yang dimiliki masing-masing etnik. Secara keseluruhan bangsa Indonesia saat ini dikenal sebagai bangsa yang majemuk atau heterogenitas multi etnik yang merupakan bagaian dari masyarakat yang pluralistik.
Dengan kemajemukan masyarakat tersebut pendidikan dan pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki peran yang strategis baik ditinjau dari segi akademik maupun kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dilihat dari sisi akademik pendidikan dan pengajaran IPS dapat membekali anak didik atau siswa pada pemahaman konsep-konsep dasar ilmu –ilmu sosial sebagai basis dari pendidikan dan pengajaran IPS di jenjang lembaga pendidikan atau persekolahan.
Pendidikan dan pengajaran IPS di Indonesia sudah mendapatkan landasan hukum yang kuat sebagaimana tertuang pada Bab III Pasal 2  UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang menegaskan bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.
Dengan dasar tersebut diatas pada kurikulum pendidikan dan pengajaran dibawah naungan Pendidikan Nasional terdapat kebijakan kurikulum mata pelajaran IPS , misalnya Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi satuan Pendidikan dasar dan Menengah, sedangkan untuk lembaga pendidikan tinggi melalui surat Dirjen Dikti Nomor 30/DIKTI/KEP/2003, telah ditetapkan rambu-rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah berkehidupan bermasyarakat di Pergurtuan Tinggi.
Untuk Pendidikan dan Pengajaran IPS pada satuan Pendidikan Dasar (SD/MI dan SMP/Mts) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, termasuk didalamnya kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pengajaran pada satuan pendidikan IPS diberikan secara terpadu. Pada tingkat SMA/MA pelajaran IPS bermuatan akademis dan masuk pada kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.




  1. Kajian Teoritis Landasan Filosofis Kurikulum Pendidikan IPS
Pengembangan suatu kurikulum haruslah memiliki landasan filosofis, dimaksudkan agar memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam implimentasinya. Filsafat pendidikan mengandung suatu nilai-nilai atau cita-cita masyarakat, berdasarkan cita-cita tersebut terdapat sebuah landasan, yang tidak lain mau dibawa kemana arah pendidikan anak didik tersebut. Dengan kata lain filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat.
Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsif – prinsif  pembelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal pokok (1) Cita-cita masyarakat dan (2) kebutuhan peserta didik yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai filsafat Pendidikan harus dilaksanakan dalam prilaku kehidupan sehari-hari. Dari sekian banyak alternatif landasan utama dalam mengembangkan kurikulum pendidikan salah satunya adalah Landasan Filosofis.
Secara teoritis terdapat beberapa pandangan filosofis kurikulum, Landasan Filosofis sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum  Mata Pelajaran IPS” Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut :
a.       Esensialisme
Esensialisme; adalah aliran yang menggariskan  bahwa kurikulum harus menekankan pada penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa, pendidikan pada dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Kurikulum yang dikembangkan dalam aliran esensialisme adalah kurikulum disiplin ilmu. Tujuan dari aliran esensialisme adalah menciptakan intelektualisme. Proses belajar-mengajar yang dikembangkan adalah siswa harus memiliki kemampuan penguasaan disiplin ilmu. Penerapan pembelajaran ini lebih banyak berperan pada guru jika dibandingkan dari siswa.
Sekolah yang baik dalam pandangan filsafat esensialisme adalah sekolah yang mampu mengembangkan intelektualisme siswa. Implementasi mata pelajaran IPS menurut aliran esensialisme akan lebih menekankan IPS pada aspek kognitif (pengetahuan) jika dibandingkan dengan aspek afektif (sikap). Siswa belajar IPS akan lebih berorientasi pada pemahaman konsep-konsep IPS daripada penerapan materi yang ada pada IPS bagi kehidupan sehari-hari.
b.      Perenialsme
Perenialsme; adalah aliran yang memandang , bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak terkait oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan aliran Perenialisme kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan pandangan-pandangan ini menjadikan siswa atau peserta didik sebagai warga Negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh Negara. Pandangan perenialisme lebih menekankan pada Transfer Budaya (transfer of culture), seperti dalam Implementasinya pada  kurikulum IPS yang bertujuan pada pengembangan dan pembangunan jati diri bangsa peserta didik dalam rangka menuju tercapainya  integrasi bangsa. Aliran ini juga dikenal menekankan pada kebenaran yang absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada ruang dan waktu, aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
c.       Progresivisme
Progresivisme; adalah aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki tujuan yakni kecerdasan yang praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang disajikan oleh guru atau pendidik. Masalah tersebut biasanya ditemukan berdasarkan pengalaman siswa. Pembelajaran yang harus dikembangkan oleh aliran Progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial-budaya dan mendorong untuk berpartisipasi aktif sebagai warga Negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari. Implementasi IPS dalam pandangan aliran filsafat Progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran IPS mampu membekali  kepada siswa agar dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya, misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja atau narkoba dan lainnya.
d.      Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme; adalah aliran ini berpendapat  bahwa sekolah harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokrasi yang mendunia. Aliran filsafat ini menghendaki agar setiap individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses pembelajaran guna memproduksipengetahuan baru. Dalam pandangan aliran filsafat ini lebih menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan (inquiri), penemuan yang bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan bacaan yang ia lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hasilnya. Aktivitas siswa menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran.
Dalam implementasi pembelajaran IPS , misalnya siswa mempelajari fakta-fakta disekelilingnya, berdasarkan fakta tersebut siswa menemukan definisi mengenai sesuatu, tanpa harus didefinisikan terlebih dahulu oleh guru. Misalnya dalam pelajaran ekonomi diperkenalkan adanya fakta orang-orang yang mekakukan kegiatan jual – beli. Setelah melihat aktivitas orang-orang tersebut akhirnya siswa menemukan definisi mengenai penjualan, pembelian, penawaran, pasar, uang dan lainnya dalam aktivitas jual-beli. Dengan demikian guru tidak menjelaskan atau membuat definisi, tetapi dari fakta-fakta tersebut siswalah yang aktif melihat fakta dan dapat mendifinisikannya.

  1. Landasan Filosofis Guru IPS dalam Perubahan Zaman.
Perkembangan zaman menuntut perubahan sosial di semua lapisan masyarakat, kemajuan informasi dan teknologi global merambah negara maju dan negara sedang berkembang termasuk Indonesia saat ini. Untuk mengimbangi perkembangan dan kemajuan tersebut profil guru harus mampu melakukan seleksi aneka kecenderungan siswa dalam mengarahkan proses belajar- mengajar pendidikan IPS. Guru IPS harus pandai memanfaatkan sumber-sumber informasi dari media massa modern dan peralatan teknologi pengajaran, tetapi tetap dalam koridor kurikulum yang dipakai saat ini guru senantiasa mengikuti perkembangan dan perubahan – perubahan yang terjadi.
Secara sadar atau tidak guru IPS ikut aktif dalam tatanan kerja masa transisi yang sedang populer saat ini dalam kemajuan belajar melalui Informasi  Teknologi, paling tidak guru IPS harus dipertautkan kembali dalam keterlibatan filosofis atau filsafat yang berkembang khususnya dalam bidang pendidikan. Ada dua aliran filsafat ekstreminitas ; pertama sikap reaksioner ; adalah aliran yang paling hati-hati dan takut kepada pembaharuan; dan kedua sikap Radikal ;adalah sikap paling keranjingan  atau mendukung pembaharuan. Dengan dua sikap ekstreminitas diatas, maka guru IPS dalam pendekatan pribadi dapat menempati salah satu empat titik utama  yang terletak diantara dua ekstreminitas tersebut.
N. Daldjoeni dalam buku beliau “Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial” (1992: 37 – 38) merincikan Empat Titik Utama secara filosofis bagi kinerja guru IPS dalam melakukan seleksi diantara dua ekstreminitas perkembangan dan perubahan zaman tersebut adalah sebagai berikut :
a)      Perenialisme; itu berdasarkan keyakinan adanya kebenaran yang sifatnya abadi dan mutlak. Sehubungan dengan itu sekolah bertugas membantu para siswa menemukan kebenaran-kebanaran itu. Faham ini berakar pada filsafat Thomas Aquino.
b)      Esensialisme; berisi faham bahwa ada hakekat-hakekat minimum tertentu yang harus dipertahankan sekolah. Hakekat tersebut dapat berubah-ubah dalam rentangan zaman, tetapi untuk masa tertentu hakekat itu merupakan endapan dari pengetahuan dan kebijaksanaan yang berasal dari masa lampau. Inilah yang perelu diterimakan kepada generasi sekarang di sekolah.
c)      Progresivisme; beretalian dengan faham William James dan John Dewey tentang faham ‘pragmatisme’, dimana penyelelidikan sesuatu harus dilakukan secara ilmiah. Dalam hal itu sekolah merupakan pendahulunya.
d)     Rekonstruksionisme; meskip ini  mirip  dengan Progresivisme, akan tetapi lebih maju lagi, karena secara konkrit ini lebih mendekati tujuan yang diidamkan  oleh progresivisme. Karena itu sekolah diharapkan menjadi pelopor usaha pembaharuan masyarakat. Filsafat ini dari Theodore Brameld.

G.    Upaya Pembaharuan Pendidikan IPS di Indonesia
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sistem pendidikan di Indonesia baru dikenal sejak lahirnya kurikulum tahun 1975. Sebelumnya, pembelajaran ilmu-ilmu sosial untuk tingkat persekolahan menggunakan istilah yang berubah-rubah sesuai dengan situasi politik pada masa itu. Pembaharuan kurikulum IPS di Indonesia diantaranya:


1.         Kurikulum 1964
Kurikulum 1964 menggunakan istilah Pendidikan Kemasyarakatan. Ada dua kelompok mata pelajaran, ialah kelompok dasar yang terdiri atas Sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia dan Civics dan kelompok cipta yang terdiri atas Sejarah Dunia dan Geografi Dunia. Dan kemudian digabungkan selanjutnya berubah menjadi Pendidikan Kewargaan Negara yang merupakan korelasi dari ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan Kewargaan Negara.
2.         Kurikulum 1968
Pada tahun 1968 terjadi perubahan pengelompokkan mata pelajaran sebagai perubahan orientasi pendidikan. Mata pelajaran disekolah dibedakan menjadi pendidikan jiwa Pancasila, pembinaan pengetahuan dasar dan pembinaan kecakapan khusus.
3.         Kurikulum 1975
Pada tahun 1975, lahirlah kurikulum 1975 yang mengelompokkan tiga jenis pendidikan, yakni pendidikan umum, pendidikan akademis dan pendidikan keahlian khusus. Dalam kurikulum 1975 dikemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, Pendidikan Kewarganegaraan dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri ialah Pendidikan Moral Pancasila (PMP).
Dalam kurikulum 1975, IPS termasuk kelompok pendidikan akademis sedangkan PMP termasuk kelompok pendidikan umum. Namun IPS sebagai pendidikan akademis mempunyai misi menyampaikan nilai-nilai berdasarkan filsafat pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian mata pelajaran IPS pun berfungsi dan mendukung tercapainya tujuan PMP.
4.         Kurikulum 1984
Menjelang adanya perbaikan Kurikulum 1975, tahun 1980 muncul bidang studi PSPB, gagasan dari Mendikbud mata pelajaran ini hampir sejenis dengan IPS Sejarah dan PMP. Upaya perbaikan Kurikulum IPS 1975 (KYD) baru terwujud pada tahun 1984.
Kurikulum IPS 1984 pada hakikatnya menyempurnakan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan Kurikulum 1975. Ditinjau dari segi pendekatan (metodologi) pembelajaran, Kurikulum IPS1975 dan 1984 menggunakan pendekatan integrative dan structural untuk IPS SMP dan pendekatan disiplin terpisah (separated disciplinary approach) untuk SMA. Sedangkan pendekatan untuk IPS Sekolah Dasar (SD) lebih mirip menggunakan integrative (integrated approach)
5.         Kurikulum 1994
Pada tahun 1994, terjadi lagi perubahan kurikulum IPS. Dalam Kurikulum 1994 dinyatakan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah. Untuk IPS SD, bahan kajian pokok dibedakan atas dua bagian, ialah pengetahuan sosial meliputi lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan, sedangkan bahan kajian sejarah mencakup perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga kini.
Ada perbedaan yang cukup menonjol dalam kurikulum IPS Sekolah Dasar 1994 dibandingkan dengan Kurikulum IPS sebelumnya, yakni dalam metode dan penilaian. Kurikulum IPS 1994 hanya memberikan anjuran umum bahwa pelaksanaan proses belajar mengajar hendaknya para guru menerapkan prinsip belajar aktif. Dari bunyi rambu-rambu yang terakhir ini, menunjukkan bahwa Kurikulum IPS 1994 memberikan keleluasaan atau kekuasaan otonom yang cukup besar.
6.         Kurikulum 2004
Memasuki Abad 21 yang ditandai oleh perubahan mendasar dalam segala aspek kehidupan khususnya perubahan dalam bidang politik, hukum, dan kondisi ekonomi telah menimbulkan perubahan ekonomi yang sangat signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2003 disahkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat.


7.         Kurikulum 2006
Ketentuan tentang implikasi dari peraturan perundangan tersebut adalah dikeluarkannya kebijakan tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) beserta pedomannya dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan panduan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 ini, antara IPS dan PKn dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan nasional dan politik bangsa yaitu perlunya pendidikan Kewarganegaraan Bangsa, maka antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu membentuk warga negara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah secara terpisah dengan IPS.





  Rangkuman
Pandangan lama, atau sering juga disebut pandangan tradisional, merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah. Pengertian tadi mempunyai implikasi sebagai berikut: (1) kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran; (2) mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan, sehingga  penyampaian  mata  pelajaran  pada  siswa  akan  membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berpikir; (3) mata pelajaran menggambarkan kebudayaan masa lampau; (4) tujuan mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoeh ijazah, (5) adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang sama; (6) sistem penyampaian yang digunakan oleh guru adalah sistem penuangan (imposisi).
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan para siswa. Ada tiga jenis peranan kurikulum yang dinilai sangat penting, yaitu: Peranan Konservatif , Peranan Kritis dan Evaluatif, Peran Kreatif
Disamping kurikulum memiliki peranan, juga kurikulum mengemban atau memiliki atau mengemban berbagai fungsi. Berkaitan dengan fungsi kurikulum sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu Fungsi Penyesuaian (The adjustive of adaftive function),.Fungsi Pengintegrasian (The integrating function), Fungsi Difereansiasi (The differentiating function), Fungsi Persiapan (The propaedeutic function), Fungsi Pemilihan (The selective function), Fungsi Diagnostik (The diagnostic function)





LATIHAN
1. jelaskan yang dimaksud dengan kurikulum ?
2. Jelaskan bagaimana perkembangan Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) dalam kurikulum pendidikan  di Indonesia?
3. Jelaskan landasan filosofis yang dipakai di Indonesia sebagai konsep dasar pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) dapat dijadikan konsep  kurikulum di tingkat jenjang persekolahan di Indonesia ?
4. Jelaskan bagaimana upaya pembaharuan pendidikan IPS di Indonesia?
5. Sebutkan kompetensi dasar dan standar kompetensi pada mata pelajaran IPS kelas 1 sampai dengan kelas 6 SD.


DAFTAR PUSTAKA.
Buchari Alma, 2007, Apa dan Bagaimana Studi Sosial Diajarkan, Makalah pada Seminar Revitalisasi Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Perspektif Global, 21 November 2007

Bandung: Program Studi PIPS Sekolah Pascasarjana UPI Dipdiknas, 2006, Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran IPS SMP/Mts, Jakarta: Direktorat Pembinaan SMP.

Numan Somantri, M. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung: Rosda Karya.

Rachman, Maman. 2000. Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai Bagi Generasi Muda Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun Ke-7

Samsuri, 2009. “Mengapa Perlu Pendidikan Karakter”, Makalah, disajikan pada
workshop tentang Pendidikan Karakter oleh FISE UNY. Yogyakarta.

Sardiman AM., (2006). ” Pengembangan Kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia: Sebuah Alternatif”, Makalah, Disampaikan pada Seminar Internasional HISPISI dengan tema: Komparasi Pendidikan IPS Antarbangsa, di Semarang, 7-8 Januari
2006.

Soemarno Soedarsono, 2009. Karakter Mengantarkan Bangsa dari Gelab Menuju
Terang. Jakarta: Kompas Gramedia.

Undang-undang Republik Indonesia,No. 20  Tahun  2003 tentang   Sistem   Pendidikan   Nasional    dan   Penjelasannya, Pen. CV Aneka Ilmu, cet. 1 tahun 2003

 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar